Outlook Keamanan Maritim Tahun 2023

Tahun 2023 baru saja kita masuki. Diramalkan, bahkan pada beberapa negara sudah berlangsung menjelang akhir tahun 2022, tahun ini dunia akan dilanda resesi. Dalam kondisi resesi, ekonomi menjadi lambat pergerakannya. Perusahaan mengalami pelambatan kinerja, malah ada yang gulung tikar. Pengangguran meningkat karena masifnya PHK atau pemutusan hubungan kerja. Lalu muncullah gangguan keamanan sebagai konsekuensinya. Biasanya bentuknya pencurian atau perampokan. Kondisi yang sama juga berlaku di lautan. Hanya saja yang menjadi sasarannya adalah kapal; baik yang sedang melintas di perairan maupun yang tengah sandar di dermaga pelabuhan.segera dibangun dan mohon saat perekrutan pegawai Bakamla dapatnya untuk prioritaskan putra-putri daerah Bengkalis.</p>
Karena keamanan maritim merupakan sebuah kontinuum, outlook keamanan maritim 2023 sejatinya dapat ditelusuri jenis-jenis gangguan keamanannya pada 2022 dan tahun-tahun sebelumnya. Dalam kalimat lain, gangguan keamanan yang terjadi terhadap kapal di tahun lalu besar kemungkinannya akan terjadi kembali tahun ini. Statistik yang diketengahkan dalam karangan ini sebagian besar, kalau tidak seluruhnya, merujuk kepada data yang dikumpulkan oleh Lembaga pemantau keamanan maritim regional. Lembaga-lembaga ini, ada yang bermarkas di Singapura, Kuala Lumpur dan New Delhi, sudah memelototi situasi keamanan di lautan dalam kurun waktu yang cukup lama.

Sampai derajat tertentu, statistik gangguan keamanan maritim yang dikeluarkan oleh otoritas keamanan maritim Indonesia menggunakan indikator, parameter atau kategorisasi yang dipakai oleh berbagai lembaga di luar negeri itu. Menariknya, ada satu kategori yang digunakan, dalam hal ini perompakan (piracy), sebetulnya definisinya tidak disepakati oleh Indonesia. Kita menilai perompakan terjadi di luar laut atau perairan teritorial sebuah negara pantai. Sikap ini diambil beralaskan definisi tentang perompakan yang tercantum Konvensi Hukum Laut PBB atau UNCLOS 1982 Pasal 101.

Menurut ketentuan itu, pembajakan di laut terdiri dari salah satu di antara tindakan berikut: setiap tindakan kekerasan atau penahanan yang tidak sah, atau setiap tindakan memusnahkan, yang dilakukan untuk tujuan pribadi oleh awak kapal atau penumpang dari suatu kapal atau pesawat udara swasta (poin a). Dengan poin ini, suatu tindakan kekerasan atau penahanan yang tidak sah dapat dikategorikan sebagai pembajakan bila ditujukan: di laut lepas, dan di suatu tempat di luar yurisdiksi negara manapun. Sementara pada poin b dalam ketentuan yang telah diratifikasi oleh Indonesia dengan UU Nomor 17 Tahun 1985 itu, pembajakan dapat pula berupa “setiap tindakan turut serta secara sukarela dalam pengoperasian suatu kapal atau pesawat udara dengan mengetahui fakta yang membuatnya suatu kapal atau pesawat udara pembajak.” Atau, poin c, setiap tindakan mengajak atau dengan sengaja membantu tindakan yang disebutkan dalam poin a atau b.

Karenanya, manakala dari lembaga-lembaga pemantau keamanan maritim regional, salah satunya IMB (International Maritime Bureau), melalui Piracy Reporting Center mereka di Kuala Lumpur, merilis secara rutin data statistik perompakan dan secara rutin pula memasukkan beberapa perairan di Indonesia sebagai kawasan rawan perompakan, pemerintah dengan keras membantahnya. Apa yang dicatat oleh IMB tak lain adalah perbuatan pencurian belaka. Tetapi tidak semua informasi dari IMB dianggap “sampah”.

Informasi lembaga itu terkait beberapa wilayah di Tanah Air yang menjadi lokasi pencurian di atas kapal misalnya, mendapat respons positif dari Polisi Perairan atau Polair. Titik-titik tersebut adalah Belawan, Dumai, Pulau Nipah, Tanjung Priok, Gresik, Taboneo/Banjarmasin, Muara Berau/Samarinda, Tanjung Butan/Kepulauan Riau, Balikpapan dan Tanjung Berakit/Kepulauan Riau. Dengan info dari IMB tadi, kini wilayah tersebut ditetapkan oleh Polair sebagai kawasan yang patut diwaspadai oleh kru kapal saat melintasinya. Instansi ini sendiri juga meningkatkan patrol sebagai upaya preventif di perairan dimaksud.

Pertanyaannya sekarang, bagaimana outlook keamanan maritim 2023? Seperti yang sudah disinggung di muka, wajah keamanan maritim tahun ini yang disajikan dalam karangan ini menggunakan data statistik yang dihimpun oleh lembaga pemantau keamanan maritim Regional Cooperation Agreement on Combating Piracy and Armed Robbery Against Ships in Asia (ReCAAP) yang berkantor di Singapura. Data dikumpulkan oleh Information Sharing Center atau ISC yang berada di bawah kendalinya. Menurut ISC, pada awal 2023 terjadi dua kejahatan terhadap kapal yang tengah melintas. Adapun jenis kapal yang menjadi sasaran adalah tug and barge.

Mengangkut besi scrap (rongsokan/besi tua), kapal itu tengah melintas di Selat Singapura, tepatnya di wilayah Malaysia. Kapal pertama dinaiki saat berada di perairan Tanjung Ayam sementara kapal kedua disatroni di ketika perairan Pulau Mungging. Diungkapkan ISC, kapal di lokasi pertama, tak jelas berkebangsaan apa dan dioperatori perusahaan mana, diserbu oleh 3-4 penjahat menggunakan dua perahu kecil. Di TKP kedua kapal digeruduk oleh 10 orang menggunakan tiga sampan. Setelah berhasil menggondol apa yang menjadi incarannya, namun tidak disebutkan berapa banyak, mereka lari meninggalkan kapal.

Tidak ada ABK yang cedera. Karena itu hanya aksi pencurian belaka. Dalam kategorisasi ISC kejahatan jenis ini dikelompokan ke dalam kategori 4 yang dicirikan oleh: pelaku (biasanya) tidak bersenjata dan kru kapal tidak dilukai. Sekadar catatan, selain kategori 4, ada tiga tipe lainnya. Kategori 1 ditandai oleh banyaknya jumlah pelaku (bisa sampai 10 orang) dan menggunakan pisau atau senjata api dalam menjalankan aksinya. Dari sisi korban, biasanya dilukai/dicederai. Kerugian material, kapal dibajak atau kargonya digondol dari atas kapal.

Kategori 2, dari sisi persenjataan pelaku, biasanya menggunakan pisau atau parang. Berkisar antara 4-5 orang, mereka naik ke atas kapal hanya untuk mencuri barang-barang milik kru atau suku cadang kapal. Dan kategori 3, pelakunya sekitar 1-6 orang dengan senjata pisau/parang saat beraksi. Kejadian yang menimpa kapal di Pulau Mungging, di mana ia disamperin oleh 10 orang, sekilas dapat dikategorikan ke dalam kategori 1. Tetapi oleh ReCAAP ISC dikelompokan ke kategori 4. Itu artinya bukan jumlah pelaku yang menjadi titik berat kategorisasi melainkan lebih kepada dampak terhadap keselamatan jiwa kru kapal.

Apa lesson learned yang bisa didapat dari statistik awal tahun keamanan maritim yang dikeluarkan oleh ISC? Mengingat kapal tug and barge bernavigasi dalam kecepatan yang relatif pelan, di samping itu barang yang dimuat terpisah (di atas barge atau tongkang) tanpa pengawasan, ia akan menjadi sasaran empuk para pencuri setiap saat ketika melintas di perairan padat dan sempit seperti Selat Singapura. Dengan kalimat lain, kejahatan terhadap kapal jenis ini akan terus ada. Bahkan, dengan adanya kesulitan hidup yang kian membelit penduduk sekitar perairan tersebut, frekuensinya bisa makin sering. Entahlah.

Sumber Dari :https://www.cnbcindonesia.com/