Berbeda Pendapat dengan BEM UGM,Mantan Mahasiswa Ini Mengaku Merasakan Hasil Pembangunan Era Jokowi

Penobatan untuk Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) dari Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) sebagai alumnus Universitas Gadjah Mada (UGM) paling memalukan sempat menghebohkan publik.

Mereka juga memberikan rapor merah buat Presiden Jokowi di acara diskusi publik dan mimbar bebas bertajuk ‘Rezim Monarki Sang Alumni: Amblesnya Demokrasi, Ambruknya Konstitusi, dan Kokohnya Politik Dinasti’.

Presiden Mahasiswa Trisakti Tahun 2019 Dinno Ardiansyah merespon mengenai penobatan untuk Presiden Jokowi tersebut.

Dinno Ardiansyah menyatakan ia sebagai mantan mahasiswa yang kini sebagai pelaku usaha mikro, sangat merasakan dampak dari pembangunan yang secara masif dilakukan selama Pemerintahan Presiden Jokowi.

Maka, Dinno tidak sepakat dengan pernyataan BEM UGM tersebut.

“Baru – baru ini, BEM UGM mengeluarkan statement bahwa Pak Jokowi merupakan alumni UGM yang paling memalukan. Ya sah- sah saja sebagai negara demokrasi adanya aspirasi seperti itu, ada kritikan, diperbolehkan kok sebagai bentuk perlibatan publik di negara demokrasi,” kata Dinno, dalam sebuah video yang kini viral di media sosial (Medsos), Minggu (10/12/2023).

“Tetapi, saya selaku Presiden (Mahasiswa) Trisaksi tahun 2019, justru merasakan apa yang dilakukan Pak Jokowi terasa langsung di diri kita” ujar Dinno.

Menurut Dinno, Presiden Jokowi telah membangun infrastruktur tidak hanya di Pulau Jawa tetapi juga di seluruh Indonesia.

Mulai dari Tol Jawa, Jalan Layang MBZ, hingga LRT, dan MRT. Pada saat yang sama, pembangunan di Kalimantan hingga Papua terus dilakukan.

Jokowi sebagai Bapak Hilirisasi, ujar Dinno, telah memberi dampak yang terasa langsung kepada dirinya selaku pelaku usaha mikro.

Jokowi memberikan kemudahan pada akses perizinan hingga permodalan yang menjadi sangat terbuka dan sangat luas.

Bahkan adanya kampanye Jokowi agar menggunakan produk lokal dan produk Indonesia digaungkan dengan begitu masif.

Lebih jauh, Dinno pun mencatat, pengembangan ekonomi kreatif juga sangat terasa di zaman Jokowi memerintah, sangat optimal dengan adanya badan ekonomi kreatif. Itu terasa sangat pro pada anak-anak muda, yang ingin berdikari secara ekonomi.

“Semuanya dikejar. Artinya Beliau komprehensif dan dampaknya terasa langsung” kata Dinno.

Sementara itu, dalam hubungan pergaulan Indonesia dan dunia internasional, Dinno mengatakan, Jokowi menjalankan diplomasi yang luar biasa dalam menjaga perdamaian dunia dan stabilitas perekonomian dunia.

Hal itu dilakukan dengan aktif antara lain di PBB.

Salah satu contoh konkrit menjadikan Indonesia tuan rumah yang baik pada ajang G20 di Bali.

“Hal itu juga jadi bukti nyata Jokowi dalam pemerintahannya berkomitmen dalam menjaga semangat dan tujuan dari pembukaan UUD 45, menjaga perdamaian dunia dan melakukan diplomasi Bebas Aktif” katanya.

“Apalagi Beliau (Jokowi) membuat sebuah grand design besar tahun 2045, yang dituangkan dalam RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional) 2025-2045.”

“Dan juga bagaimana grand design untuk Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara, yang ingin melakukan distribusi perekonomian, tak hanya di Jawa, tetapi juga di seluruh Indonesia. Sehingga mengurangi gap antara Jawa dan Luar Jawa” papar Dinno.

Dia pun kembali menekankan jika ia dengan jujur mengaku merasakan dampak pemerintahan Jokowi.

“Kalau BEM UGM menyatakan Beliau sebagai alumni yang gagal, saya sebagai mahasiswa dan juga alumni Trisakti justru merasakan dampak konkrit dari pemerintah Jokowi,” katanya.

“Semangat Pak Jokowi, semoga tetap bisa menginspirasi anak muda dan juga memberikan dampak yang lebih baik untuk Indonesia”.

Respons Gibran Rakabuming Raka

BEM UGM menobatkan Presiden Jokowi sebagai alumnus UGM memalukan.

Mereka para mahasiswa juga memberikan rapor merah buat Presiden Jokowi.

Hal tersebut diserukan saat di acara diskusi publik dan mimbar bebas bertajuk ‘Rezim Monarki Sang Alumni: Amblesnya Demokrasi, Ambruknya Konstitusi, dan Kokohnya Politik Dinasti’.

Saat ditanya awak media, anak sulung Presiden Jokowi sekaligus Calon Wakil Presiden (Cawapres) Nomor Urut 02, Gibran Rakabuming Raka menanggapi santai terkait hal tersebut.

“Biar warga saja yang menilai,” kata Gibran sambil berjalan memasuki mobilnya seusai kegiatan Pantura Dukung Gibran atau Pandugi di GOR Panatayudha Jalan Ahmad Yani Karawang pada Sabtu (9/12/2023) malam.

Ketika ditanya lebih lanjut, Gibran Rakabuming Raka tak menaggapinya dan sibuk meladeni masyarakat yang mengajaknya berfoto dan bersalam.

Sementara itu, mantan Bupati Karawang dua periode, Cellica Nurrachadiana yang akrab disapa Teh Celi menjadi Ketua Tim Kampanye Daerah (TKD) Karawang bagi pasangan Capres dan Cawapres Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.

Teh Celi optimis bahwa raihan suara Prabowo-Gibran di Karawang bisa mencapai 65 persen.

“Target kami memang kemarin sesuai arahan dari TKD Provinsi Jawa Barat di angka 65 persen. Jadi mudah-mudahan itu bisa tercapai di Karawang,” kata Cellica saat ditemui di lokasi.

Teh Celi menyampaikan, pada Pemilu 2014 raihan suara Prabowo mencapai 65 persen dan pada 2019 mencapai 60 persen.

Melihat itu, politisi Partai Demokrat itu yakin akan target TKD Provinsi Jabar meraih suara Prabowo-Gibran 65 persen tercapai.

“Saya pikir ini menjadikan semangat yang baru bagi kami untuk berkolaborasi bersinergi bersama. Apalagi hari ini kehadiran Cawapres Gibran dan minggu depan akan ada capres Prabowo langsung di Kabupaten Karawang,” katanya.

Cellica juga optimis Prabowo-Gibran menang dalam satu putaran.

Selain sosok Prabowo, sosok Gibran sebagai anak muda dan kepala daerah, yang berhasil, kata dia menjadi nilai positif di mata masyarakat.

“Anak-anak muda juga saya pikir memberikan harapan yang lebih dong kepada sosok Wapresnya seorang anak muda. Jadi nanti keberpihakan-keberpihakan kebijakan khususnya anak-anak muda ini akan menjadi representasi,” ujarnya.

Dianggap Sudah Menyimpang

Viral di medsos Presiden Jokowi mendapat penghargaan berupa sertifikat dari mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM).

Tadinya, publik mengira penghargaan itu ialah wujud apresiasi atas prestasi ditorehkan Jokowi setelah hampir dua periode memimpin Indonesia, ternyata bukan.

Sertifikat penghargaan yang diserahkan Ketua BEM KM UGM, Gielbran Muhammad Noor, kepada ‘Jokowi’ adalah sertifikat penobatan sebagai alumnus paling memalukan.

Seperti diketahui Jokowi adalah alumnus Program Studi S1 di Fakultas Kehutanan UGM angkatan tahun 1980.

Jokowi dinyatakan lulus dari UGM pada tahun 1985, sesuai ketentuan dan bukti kelulusan yang dimiliki oleh UGM.

Penobatan itu disematkan BEM KM UGM di sela acara diskusi publik darurat demokrasi bersama Serikat Merdeka Sejahtera (Semesta) di bundaran UGM, Jumat (8/12/2023).

Permasalahan fundamental seperti kasus korupsi, revisi undang-undang ITE dan persoalan yang terjadi di Mahkamah Konstitusi (MK) disebut menjadi sederet pemicu penobatan itu.

Menurut Gielbran, penobatan ini sebagai wujud kekecewaan mahasiswa UGM pada Jokowi.

Masih banyak sekali permasalahan fundamental yang belum terselesaikan, padahal sudah hampir dua periode Jokowi memimpin di Indonesia.

Mulai dari kasus korupsi, kini pimpinan KPK yang notabene merupakan garda terdepan pemberantasan korupsi, malah justru menjadi pelaku kriminal.

Kemudian revisi undang-undang ITE soal kebebasan berpendapat yang dinilai sangat mempermudah para aktivis untuk dikriminalisasi.

Belum lagi soal konstitusi. Para hakim Mahkamah Konstitusi terbukti bermasalah dalam sidang MKMK.

Hal ini menjadi gerbang bukti empiris bahwa kenyataannya MK memang tidak independen.


Apalagi dengan kedekatan personal antara keluarga Jokowi dengan Hakim Anwar Usman.

Serentetan persoalan tersebut, menjadikan Indeks demokrasi Indonesia dinilai semakin menurun.

“Kita merasa sudah tidak ada momentum lain selain sekarang untuk menobatkan Presiden Jokowi sebagai alumnus paling memalukan,” kata Gielbran.

Penobatan Jokowi sebagai alumnus UGM paling memalukan ini disimbolkan dengan pemasangan baliho bergambar wajah Jokowi.

Baliho berukuran cukup besar sekira 3×4 meter ini menggambarkan bagaimana Jokowi dalam dua fase.

Yaitu mengenakan almamater UGM berikut caping berpadu dengan Jokowi memakai jas dan mahkota raja.

Baliho tersebut terpasang di 3-4 titik di seputar kampus UGM.

Selain itu, wajah Jokowi dalam bentuk topeng juga dihadirkan dalam kursi kosong di diskusi tersebut.

Di akhir acara, panitia menyerahkan kajian berikut sertifikat alumnus paling memalukan kepada manipulasi Jokowi yang diperankan oleh perwakilan massa.

Nantinya sertifikat dan kajian itu bakal dilayangkan melalui Pos ke Istana Presiden.

Menurut Gielbran, Joko Widodo tidak mencirikan lagi nilai-nilai UGM.

Jokowi di akhir masa pemerintahan justru menghendaki perpanjangan kekuasaan laiknya seorang raja Jawa. Tanpa memperhatikan nilai etik.

“Belum lagi bicara dinasti politik beliau, yang jelas terpampang di depan mata kita,” ujarnya.

“Sehingga saya rasa seperti tadi tidak ada momentum selain sekarang untuk menobatkan beliau sebagai alumnus paling memalukan,” imbuhnya.

Mimbar diskusi publik di Bundaran UGM ini menghadirkan narasumber Aktivis Hak Asasi Manusia, Fatia Maulidiyanti dan akademisi sekaligus peneliti Hukum Tata Negara Indonesia, Dr. Zainal Arifin Mochtar.

Diskusi ini juga menghadirkan koordinator Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) tahun 2010-2016, Haris Azhar.

Dalam diskusi tersebut, Fatia berbicara tentang indeks demokrasi Indonesia yang mengalami penurunan.

Ia mengawalinya dengan tahun 2014, ketika Presiden Joko Widodo dianggap sebagai new hope karena berangkat dari kebaruan yang tidak memiliki rekam jejak buruk di masa lalu.

Bahkan Jokowi sangat tenar dengan gaya blusukannya dan Nawacita.

Pada saat Pilpres berhasil meraup suara hingga 70 persen di Papua.

Namun pada akhirnya, kata Fatia harapan tersebut gugur.

“Karena mengangkangi semua janjinya. Pada akhirnya, membawa Indonesia mengalami penurunan indeks demokrasi,” kata Fatia.

Sementara itu, Akademisi Zainal Arifin Mochtar bicara tentang praktek pemberantasan korupsi yang dinilai jalan ditempat.

Menurut dia, jika disusun maka daftar dosa pemerintah dalam sepuluh tahun terakhir sangat panjang dan lebar.

Satu di antara dosa yang paling kentara adalah masih suburnya praktek KKN dan semakin hilangnya non-konflik kepentingan.

Bisa bayangkan, lanjutnya, di Republik Indonesia, menteri sekaligus pengambil kebijakan dan pada saat yang sama bisa diuntungkan dari kebijakan itu.

“Kalau mau kita lacak siapa yang paling berdosa, maka kita harus menyebutkan nama Jokowi plus partai-partai di belakangnya,” ujarnya.

“Mengapa politik dinasti terjadi, karena dibiarkan oleh partai-partai, maka kritik kita hari ini kita bebankan separuh ke Jokowi dan separuh lagi ke partai di belakangnya,” tandasnya.

(Wartakotalive.com/CC.M32/TribunBekasi.com/MAZ/TribunJogja.c

sumber: WARTAKOTALIVE.COM –