Kayangan di Laut Selatan Pulau Dewata Sambut Tamu KTT G20
Pengelola Pura Tanah Lot berbenah untuk menyambut para delegasi dari 20 negara peserta KTT G20, 15-16 November 2022.
Bali tak pernah ada habisnya untuk dikisahkan. Keindahan alam, kekayaan budaya, dan keramahan penduduk menjadi keunggulan pulau seluas 5.780 kilometer persegi itu untuk diperkenalkan kepada dunia.
Badan Pusat Statistik mengungkapkan, pulau berpenduduk 4,32 juta jiwa itu selalu menjadi tujuan utama wisatawan dunia ketika berkunjung ke Indonesia. Tahun 2018 saja, pulau dengan garis pantai sepanjang 633,35 km itu mampu menyedot 6.070.473 turis dunia. Jumlah itu naik setahun kemudian menjadi 6.275.210 orang.
Minat masyarakat dunia mengunjungi Pulau Seribu Pura itu tak pernah surut kendati pandemi melanda Indonesia sejak Maret 2020. Terbukti, dalam kurun Januari–Agustus 2022 ada sebanyak 894.667 turis masuk ke pulau dengan 86,8 persen penduduknya beragama Hindu itu.
Ada beragam objek wisata bisa mereka kunjungi. Salah satu yang legendaris adalah Pura Tanah Lot, objek wisata religi di selatan Bali, tepatnya di Desa Beraban, Kecamatan Kediri, Kabupaten Tabanan. Posisinya sekitar 30 km arah barat Kota Denpasar atau sekitar 11 km selatan Kota Tabanan. Seperti dikutip dari website Pemerintah Kabupaten Tabanan, Tanah Lot adalah pulau karang kecil seluas sekitar 3 hektare, tepian laut di Samudra Hindia.
Posisi pulau karang ini menjorok sekitar 20 meter dari bibir Pantai Beraban dan tepiannya akan terendam air pasang sejak pagi hingga sore hari. Pengunjung dapat memasuki kawasan Tanah Lot ketika air surut di sore hari. Waktu sore menjadi hal paling ditunggu terutama untuk para penikmat fotografi.
Berburu pemandangan matahari terbenam atau sunset berlatar Tanah Lot dan lautan luas menjadi tujuan utamanya. Mereka menyebutnya sebagai salah satu lokasi terbaik di dunia untuk mengabadikan peristiwa sunset.
Ada beberapa titik pemotretan terbaik untuk sunset Tanah Lot, seperti dari atas tebing seberang timur Pura Tanah Lot. Menyaksikan siluet pura berlatar langit jingga sore tentu sebuah kenangan yang sulit dilupakan.
Pura Tanah Lot dibangun pada abad 16 oleh Dang Hyang Nirartha, seorang pemuka Hindu asal Blambangan, Jawa. Seperti dikisahkan lontar Dwijendra Tattwa, ia berada di Bali sejak 1537 sebagai penasehat Raja Gelgel, Dalem Waturenggong, sekaligus menyebarkan Hindu ke pelosok Bali. Semula, kawasan Tanah Lot menjadi lokasi meditasi Dang Hyang Nirartha, sebelum akhirnya dibangun pura dan tempat pemujaan Baruna atau Bhatara Segara, dewa penjaga laut.
Pura Tanah Lot terdiri atas dua bangunan, yakni bertingkat tiga di sisi utara dan bertingkat lima pada bagian selatan pulau karang ini. Kedua tempat persembahyangan di Tanah Lot itu menjadi sebuah Sad Kahyangan atau pura utama masyarakat Hindu di Bali.
Pura lainnya turut dibangun kemudian, tepatnya sekitar 200 meter utara Pura Tanah Lot, yaitu Pura Batu Bolong bersama Pura Penataran. Seperti halnya Pura Tanah Lot, kedua pura tadi pun dibangun di atas karang.
Upaya konservasi terhadap Pura Tanah Lot sudah dilakukan pemerintah sejak tahun 2000. Seperti dikutip dari website Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, saat itu, melalui bantuan Japan Bank for International Cooperation (IBIC) sebesar Rp95 miliar, dibangun pemecah ombak berbahan beton padat, yaitu tetrapod dan karang buatan (artificial reef).
Ada dua jenis tetrapod yang ditanam di bawah laut Tanah Lot, yakni seberat 6,3 ton yang dibenamkan sebanyak 3.681 buah dan 16 ton (2.682 buah) serta disusun sepanjang 182 meter dan lebar 70 meter. Sedangkan untuk karang buatan yang memperkuat dinding karang Tanah Lot mencapai luas 2.136 meter persegi.
Selain itu, pengelola Pura Tanah Lot mulai melakukan inovasi. Ini sebagai upaya untuk meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan domestik dan mancanegara. Terutama menjelang diadakannya pertemuan para pemimpin negara dan kepala pemerintahan, Konferensi Tingkat Tinggi G20, 15-16 November 2022, yang diperkirakan akan dihadiri oleh lebih dari 15.000 orang.
Menurut Manajer Operasional Daerah Tujuan Wisata (DTW) Tanah Lot I Wayan Sudiana, pihaknya telah mempercantik lokasi menara pandang (viewing deck) Enjung Galuh di tepi tebing antara Pura Batu Bolong dan Pura Penataran. Menara pandang ini berlatar Pura Tanah Lot yang jaraknya sekitar 200 meter serta birunya laut Samudra Hindia.
Semula, menara pandang ini punya pagar berbahan besi. Lantaran kerap terpapar udara laut, besinya pun korosi. Wayan lantas menggantinya dengan kayu ulin karena selain lebih kuat dan tahan cuaca, juga ramah lingkungan.
Proses penggantian itu telah dilakukan sejak Mei 2022 dan selesai akhir September 2022. Penataan kawasan DTW Tanah Lot tak hanya menyasar menara pandang. Wayan mengungkapkan, pihaknya juga menata dan memperbaiki lingkungan di sekitar DTW Tanah Lot yang selama ini menjadi lokasi swafoto para wisatawan.
“Kami menata semua titik swafoto yang selama ini menjadi favorit para wisatawan dan mereka unggah ke media sosialnya. Kami juga menciptakan spot-spot baru swafoto yang tentunya lebih menarik dan instagramable supaya wisatawan punya banyak pilihan. Semua masih dalam proses perampungan dan sebelum KTT G20 sudah selesai,” ujar Wayan dalam siaran persnya.
Wayan turut melansir data terkini soal jumlah wisatawan yang berkunjung ke Tanah Lot. Menurutnya, selama semester pertama 2022, ada sekitar 475.257 orang berwisata ke Tanah Lot. Angka itu lebih tinggi dari pencapaian di semester pertama 2021 ketika ada sebanyak 274.037 orang mengunjungi Tanah Lot.
Sebanyak 80 persen atau sekitar 420.535 orang adalah turis domestik dan sisanya yaitu sebanyak 54.722 orang merupakan turis dunia dan mereka umumnya berasal dari Australia, Rusia, India, Vietnam, dan negara-negara Eropa. Pelaksanaan KTT G20, 15-16 November 2022 diharapkan turut meningkatkan jumlah turis ke salah satu objek wisata utama di Pulau Dewata itu.
Penulis: Anton Setiawan
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari
sumber Indonesia.go.id